Senin, 08 September 2008

Bangkit Dari Jeratan Sejarah Indonesia

Perjanjian Rahasia Roma (The Secret Roma Agreement) 30 September 1962, barangkali tak banyak yang tahu perjanjian ini. Semasa sekolah mungkin kita hanya mengenal perjanjian Linggarjati, perjanjian Versevilles, atau perjanjian yang lain. Tapi perjanjian rahasia yang sama sekali tak pernah tercantum di buku-buku pelajaran sejarah manapun ini adalah moment penting saat menyerahkan kembali tengkuk Indonesia ke tangan imperialis di tengah kemerdekaan yang telah diproklamasikan Soekarno Hatta 17 Agustus 1945. Isi perjanjian rahasia Roma salah satunya adalah Indonesia memerintah Papua selama 25 tahun terhitung mulai tanggal 1 Mei 1963, AS berkewajiban melakukan penanaman modal melalui badan usaha di Indonesia bagi eksplorasi mineral dan sumber daya alam lainnya, dan AS menjamin Bank Pembangunan Asia sebagai dana pembangunan PBB di Papua sebesar 30 Juta dollar AS untuk jangka waktu 25 tahun (ini hutang Saudara-Saudara! Bukan sumbangan gratis).

Dari awal Negara kita membangun dengan modal hutang luar negeri kepada Negara lintah darat berbulu domba bernama AS dan antek-anteknya. Dan jangan salah, diawal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) kita yang gemah ripah loh jinawi ini, saldo Anggaran Negara Indonesia bukan 0 kredit dan 0 debet namun US$ 6,5 milyar di kredit alias hutang di kas, yang berdasarkan risalah Konferensi Meja Bundar (KMB) harus dibayar kepada Netherland Bank dan Javainese Bank senilai 44,6 juta Gulden kepada Netherland Exim Bank sebesar USD 15 juta, selain itu kreditor lain, yakni pemerintahan Amerika Serikat, Australia dan Kanada.

Lho hutang apa itu? Apakah hutang untuk mempersenjatai militer Indonesia dan rakyat yang bergerilya demi mencapai kemerdekaan NKRI? Maaf, Anda salah tebak. Hutang sebesar itu adalah ongkos Kompeni Belanda menjajah kita! Lucu bukan? Belanda yang menjajah kita 3,5 abad dan menghisap habis kekayaan negeri kita malah mewariskan hutang sebesar itu sebagai barter pengakuan kedaulatan kemerdekaan NKRI kita! Melalui KMB mereka memaksa Indonesia membayar rampasan perang dan menanggung warisan utang luar negeri pemerintah Hindia Belanda, masing-masing sebesar US$ 2,5 milyar dan US$ 4 milyar.

Bisa jadi fakta yang diungkapkan Ketua Pusat Study Kebijakan Ekonomi UGM, Revrison Baswir ini tak akan pernah dimuat di buku pelajaran sejarah Indonesia penerbit manapun. Padahal ini penting sekali diketahui para generasi bangsa yang akan meneruskan laju pembangunan bangsa dan membayar beban cicilan plus bunga berbunga dari hutang-hutang tersebut. Dan satu lagi fakta yang terungkap bahwa delegasi Indonesia juga sepakat mematuhi aturan organisasi moneter Internasional (IMF) meskipun Indonesia ketika itu belum menjadi anggota PBB. Ini salah satu jawaban mengapa setiap rezim pemerintah di Indonesia selalu tunduk pada resep-resep ekonomi IMF yang justru memerangkap Indonesia pada lubang kehancuran ekonomi yang lebih dalam.

Menilik sejarah reformasi dan lengsernya Soeharto mungkin tak banyak generasi muda yang tahu bahwa Soeharto meninggalkan utang Rp 1.800 triliun! Hutang warisan Belanda saja diprediksikan baru lunas tahun 2003, berarti sebelum hutang itu lunas Indonesia telah mengantongi beban hutang Rp 1.800 triliun. Fakta ini pun tak akan pernah berseliweran di buku pelajaran sejarah Indonesia manapun.

Pembayaran hutang luar negeri memakan porsi APBN terbesar, jumlah pembayaran pokok dan bunga hutang hampir dua kali lipat anggaran pembangunan dan memakan lebih dari separuh penerimaan pajak. Pembayaran cicilan utang sudah mengambil porsi 40% dari total penerimaan pajak yang dibayarkan rakyat. Jeratan hutang inilah yang membuat rezim-rezim pemerintahan berikutnya seperti mendapat excuse untuk memotong anggaran yang "dianggap tidak perlu" seperti pendidikan, kesehatan, jaring sosial masyarakat. Dan lihatlah rakyat Indonesia semakin hari semakin terpuruk. World Development Indicator 2007 menunjukkan, dari jumlah penduduk Indonesia sebanyak 217,1 juta jiwa, 37,17 juta jiwa adalah penduduk miskin dan 13,8 juta jiwanya (6% dari total penduduk) adalah penduduk rawan pangan. Krisis ekonomi dan krisis pangan adalah sumbu utama yang mampu meledakkan disintegrasi bangsa. Kecemburuan sosial akibat ketimpangan ekonomi dan dampak kelaparan akan menjadi inspirasi rakyat Indonesia bergejolak menembus kekuatan anarkis menagih pemenuhan hajat hidup mereka yang seharusnya dijamin oleh Negara.

Di tengah keterpurukan bangsa Indonesia ini banyak agenda untuk menyelamatkan bangsa, namun yang lebih penting adalah menyampaikan kejujuran sejarah kepada setiap anak bangsa. Tanpa mengurangi rasa hormat dan penghargaan kepada para pahlawan yang telah berjuang dan gugur demi mempejuangkan kemerdekaan NKRI ini patutlah pemerintah mengeluarkan publikasi yang jujur tentang sejarah NKRI. Kejujuran itu akan menjadi cambuk para generasi bangsa untuk tidak lagi berleha-leha dalam kehidupan hedonisme dan larut dalam pusaran budaya kapitalistik. Kejujuran sejarah tersebut akan menjadi inspirasi para generasi muda meneruskan estafet perjuangan untuk benar-benar merdeka dan benar-benar menjadi Negara yang berdaulat!

engambil pendapat George Santayana, filosof Spanyol (1863-1852) bahwa mereka yang gagal mengambil pelajaran dari sejarah dipastikan akan mengulang pengalaman sejarah itu. Masalahnya, sejujur apa sejarah bangsa kita ini? Pelajaran apa yang bisa diambil oleh generasi muda dari sejarah yang masih bias, bahkan diragukan kebenarannya? Benang merah dari segala kehancuran ekonomi dengan perjanjian-perjanjian di atas adalah jangan pernah mengulang sejarah berkompromi dengan penjajah, segala tragedi ekonomi, budaya dan sosial adalah buah dari mengulang kesalahan sejarah yang sama yaitu menjadikan penghamba duniawi bermental inlander yang pro penjajah sebagai pemimpin bangsa!

0 komentar: